Tuesday, 31 December 2013

Cerbung : Andaikan.... #Part4

Ah, guys! Maaf, ya, aku melanggar janji. Walaupun gak ngelanjutin cerbung di hari yang aku janjikan, tapi aku tetep lanjutin, kok! Oke, ini dia... Andaikan... #Part4!

Untuk Part 3, klik di sini.

***

Selain makan, mandi, sekolah, dan kegiatan tambahan lainnya, aku tak pernah keluar kamar. Main? Lupakan. Ada peraturan "Dilarang main" di asrama ini. Main apapun, mau main secara Live atau main gadget. Punya gadget pun gak boleh. Kalau pun boleh, aku tidak tertarik. Aku akan tetap di kamar seharian, hanya keluar untuk kegiatan yang tadi aku sebut; makan, mandi, sekolah, dan kegiatan tambahan lainnya.

"Lisha!" panggil Anit. "keluar, yuk. Kita main secara live,"
"kan, gak boleh," tukasku.
"Ups, maksudku, sembunyi-sembunyi," kata Anit memperjelas.
"kan, aku gak punya teman," aku menukas lagi.
"Udah, ikut aja, kenapa! Enjoy aja!" kata Anit menarik tanganku. Aku hanya bisa pasrah. Anit pernah cerita padaku, kalau dia pernah ikut taekwondo sebelum dia diasramakan. Jadi, tarikan tangannya sangat kuat.
"Oh, jadi, ini teman yang kau ajak, Nit?" tanya Dinda, salah satu anak kamar 8I.
"iya. Kalian gak suka?" Anit balik bertanya.
"Ya, jelas, kita gak suka! Ngapain, sih, ngajak dia? Paling dia gak ngerti apa-apa," balas Dinda cuek.
Kali ini, aku kesal. Masa, sih, main tali karet aja aku gak ngerti? "Eh, kamu, yang namanya Dinda, kan? Dengar, ya! Gayamu gak usah sok orang kaya. Padahal, kamu sama sepertiku. Orang biasa! Sok ngerti semua, lagi, kamu!" teriakku berapi-api.
"Apa? Heh, kamu, jangan sok orang biasa! Kamu, tuh, orang miskin! Aku emang asli orang kaya, kok! Kamu aja sok tau. Karena aku orang kaya, alasan itulah aku gak mau bermain sama kamu! Karena, kamu orang miskin!" Dinda balas berteriak.

Apa? Dia bilang aku orang miskin? Jujur saja, sebenarnya, aku emang ngerasa diriku orang kaya. Lihat aja rumahku yang DULU, yang sudah tidak berpenghuni lagi. Sejak semua orangtuaku meninggal. Tapi, aku tak pernah menyombongkan diri. Sedangkan Dinda? Sok kaya! Aku gak percaya, kalo dia memang asli orang kaya! Sombong yang berbohong, tuh, kayak DINDA!

"Sudah, aku gak mau menanggapi. Yang jelas, kamu bukan orang kaya dan aku bukan orang miskin!" Aku menghentakkan kaki.
"Hah, dasar orang miskin. Pengecut." ejek Dinda sambil melipat tangannya.
Anit membuka mulut. "Tidak. Lisha bukanlah pengecut. Dia tegar, menghadapi KALIAN SEMUA yang jahat padanya! Namun, mungkin sekarang, kalian sudah berlebihan padanya. Jadi, amarahnya memuncak, dan itu salah kalian juga! Harusnya, kalian mengerti! Kalian juga yang membuat dia marah!" bela Anit.
"Anit, kamu udah mulai ngebela dia? Kenapa, sih, orang miskin kayak gitu dibela?" bentak Fira.
"Au, ah. Kalian yang jahat sama dia, tapi kalian yang malah bilang dia jahat." ucap Anit kesal.

Aku berlari cepat ke kamar. Menengok ke belakang, berharap tidak ada yang mengejar. Ternyata, ada. Anitlah orangnya.

"Lisha! Abaikan aja mereka semua, omong kosong!" teriak Anit dari kejauhan.
"Enggak!" Aku berbalik badan. "Aku udah gak tahan, Nit! Me..."
"Untuk Fira Lisha Anira dan Anit Fatimah, mohon untuk menemui kepala sekolah di ruang guru sekarang." Terdengar sebuah suara dari speaker.
"Ada apa ini?" tanya Anit panik.
"Aku juga gak tau..."

TO BE CONTINUED...

No comments :

Post a Comment

ZahraRaraD_" target="_blank title="Follow Me on Twitter">