Hei Guys!!
I'm back with Cerpen :D Oh iya, aku lagi suka nulis cerpen, lho! Makanya, wajib baca XD
C^E^K^I^D^O^T
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kriek...
Seseorang membuka pintu kamarku.
"Lisha, makan dulu, sayang..." ajak mama sambil menutup kembali pintu kamarku.
Aku membuang muka. "mengapa mama mengajakku makan? Aku tak mau makan jika hidupku masih seperti ini. Lebih baik aku pergi dari dunia ini!" ketusku sambil menundukkan kepala. Kedua kakiku dilipat, dan aku memeluk erat kedua kakiku itu.
"Hush! Sha, kamu tidak boleh bicara seperti itu!" cegah mama lalu duduk di sampingku.
"kenapa sih aku harus hidup seperti ini? Mengapa aku harus hidup kalau hidupku tidak ada gunanya?!" aku mulai terisak. Mama mulai merangkulku. Aku melepas rangkulannya.
"sudah, sudah. Yang penting sekarang, kamu makan dulu," mama yang ternyata sudah menyiapkan makanannya, siap menyuap makanan itu kepadaku.
***
"Andaikan dia tahu, apa yang ku rasa, resah tak menentu, mendamba cintamu..." aku bernyanyi dengan lirih sambil memainkan piano.
Butir demi butir air mata menetes dari mataku dan membasahi pipiku yang tembam. Lama kelamaan, air mata itu menjadi banyak dan aku menangis keras.
Aku berlari ke kamar dengan rasa terisak. Kenapa aku harus menyanyi dan memainkan lagu itu? Kenapa aku harus mengingat itu semua, kenapa!?
"Lisha! Lisha!" panggil mama tergopoh-gopoh.
"mama mau apa lagi, sih, kesini?! Tidak tahu, aku sedang terisak?! Hiks..." aku membentak mama lalu tangisku semakin menjadi-jadi.
Mama memelukku. Aku ingin melepaskannya, tetapi entah mengapa tanganku mengatakan jangan lepaskan. Sekarang, yang kurasakan hanyalah kehangatan dari pelukan seorang ibu yang tulus menyayangiku.
"Lisha..." mama ikut menemaniku menangis. "mama tahu yang kamu rasakan, lupakanlah itu semua, Lisha,"
"Aku tidak bisa melupakan itu semua, ma.. semua itu telah membuatku trauma dan takut untuk hidup," ceritaku lirih. "a... ak... aku rindu papa, hiks..." sambungku terbata-bata.
"sayang, ada yang harus mama ceritakan, tetapi tidak sekarang." ucapan mama terlihat sangat... sangat... entahlah. "belum waktunya," lanjutnya kembali.
"ceritakan sekarang!" desakku lalu melepaskan pelukkan mama.
"sebenarnya..."
TO BE CONTINUED...
I'm back with Cerpen :D Oh iya, aku lagi suka nulis cerpen, lho! Makanya, wajib baca XD
C^E^K^I^D^O^T
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kriek...
Seseorang membuka pintu kamarku.
"Lisha, makan dulu, sayang..." ajak mama sambil menutup kembali pintu kamarku.
Aku membuang muka. "mengapa mama mengajakku makan? Aku tak mau makan jika hidupku masih seperti ini. Lebih baik aku pergi dari dunia ini!" ketusku sambil menundukkan kepala. Kedua kakiku dilipat, dan aku memeluk erat kedua kakiku itu.
"Hush! Sha, kamu tidak boleh bicara seperti itu!" cegah mama lalu duduk di sampingku.
"kenapa sih aku harus hidup seperti ini? Mengapa aku harus hidup kalau hidupku tidak ada gunanya?!" aku mulai terisak. Mama mulai merangkulku. Aku melepas rangkulannya.
"sudah, sudah. Yang penting sekarang, kamu makan dulu," mama yang ternyata sudah menyiapkan makanannya, siap menyuap makanan itu kepadaku.
***
"Andaikan dia tahu, apa yang ku rasa, resah tak menentu, mendamba cintamu..." aku bernyanyi dengan lirih sambil memainkan piano.
Butir demi butir air mata menetes dari mataku dan membasahi pipiku yang tembam. Lama kelamaan, air mata itu menjadi banyak dan aku menangis keras.
Aku berlari ke kamar dengan rasa terisak. Kenapa aku harus menyanyi dan memainkan lagu itu? Kenapa aku harus mengingat itu semua, kenapa!?
"Lisha! Lisha!" panggil mama tergopoh-gopoh.
"mama mau apa lagi, sih, kesini?! Tidak tahu, aku sedang terisak?! Hiks..." aku membentak mama lalu tangisku semakin menjadi-jadi.
Mama memelukku. Aku ingin melepaskannya, tetapi entah mengapa tanganku mengatakan jangan lepaskan. Sekarang, yang kurasakan hanyalah kehangatan dari pelukan seorang ibu yang tulus menyayangiku.
"Lisha..." mama ikut menemaniku menangis. "mama tahu yang kamu rasakan, lupakanlah itu semua, Lisha,"
"Aku tidak bisa melupakan itu semua, ma.. semua itu telah membuatku trauma dan takut untuk hidup," ceritaku lirih. "a... ak... aku rindu papa, hiks..." sambungku terbata-bata.
"sayang, ada yang harus mama ceritakan, tetapi tidak sekarang." ucapan mama terlihat sangat... sangat... entahlah. "belum waktunya," lanjutnya kembali.
"ceritakan sekarang!" desakku lalu melepaskan pelukkan mama.
"sebenarnya..."
TO BE CONTINUED...
No comments :
Post a Comment